Balada Negeri Orang Miskin : Nasi Aking Vs Kue Lumpur
Sejak harga
barang-barang kebutuhan pokok (sembako) merangkak naik, kita bisa
menyaksikan fenomena yang menharukan. Terutama masyarakat miskin yang
kian hari kian terjepit merasakan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari dengan harga normal saja sudah sulit, apalagi dengan kondisi
harga yang melambung. Otomatis, mereka beralih mencari konsumsi alternatif untuk sekadar mengganjal perut.
Di Indonesia,
nasi aking menjadi primadona bagi mereka yang tak mampu membeli beras.
Nasi basi yang dikeringkan ini, terkenal murah dan mudah didapat meski
tak menjanjikan kadar gizi yang memadai. Sepertinya berlaku hukum “harga
menunjukkan kualitas” bagi nasi aking yang saat ini menjadi mengganti
nasi.
Lain Indonesia, lain pula negara orang, Haiti. Negeri
ini juga tengah dilanda nasib serupa, naiknya harga-harga sembako.
Seperti biasa, yang menjadi korban adalah masyarakat miskin dengan
kondisinya yang serba terbatas. Namun, di Haiti tak mengenal nasi aking.
Mereka menggantinya dengan kue lumpur sebagai makanan pokok saat ini.
Kue lumpur? Kita
yang di Indonesia tentu sering makan penganan ini. Kue yang berbahan
dasar terigu dan kentang ini dimasak dengan cara dipanggang di dalam
oven. Dan biasanya kita menikmatinya untuk acara arisan, pengajian,
sunatan atau sekadar menikmatinya bersama segelas teh atau kopi di kala
senja tiba.
Kalau kue lumpur
di Haiti anda kira seperti ini, anda tentunya salah besar. Sebab, kue
lumpur yang dimaksud adalah benar-benar terbuat dari lumpur yang
dicampur air, garam dan ragi. Sehingga ketika mengonsumsinya, masyarakat
masih merasakan sisa-sisa lumpur di lidah mereka. Dan ini kejadian
nyata! Waahhhhh…!
Melihat kejadian
ini, pemerintah Haiti menyerukan masyarakatnya untuk mengentikan
mengonsumsi makanan ini. Sebab, selain tak memiliki kandungan gizi, kue
lumpur juga rentan terhadap bakteri yang terkandung di dalam lumpur.
Meski melarang, namun
pemerintah tak memberikan solusi yang berarti. Tak memberikan subsidi
apalagi menurunkan harga sembako. Inilah potret kebijakan yang kerap
kali mengorbankan masyarakat miskin. Meski terpisah secara geografis,
namun kita bisa melihat dua kebijakan yang sama dampaknya, korbannya
juga sama dan lebih jauh lagi kita melihat sebuah kezaliman yang sama
dari karakter pemimpin yang berbeda budaya. Sehingga dengan kebijakan
itu, nasi aking di Indonesia dan kue lumpur di Haiti dipersaudarakan
atas nama : KEMISKINAN.
No comments:
Post a Comment